Senin, 06 November 2017

Di Luar Tenang, Di Dalam Meluap Ucapan Syukur

Tepat seminggu sudah berlalu aku menyelesaikan Sidang Tugas Akhirku. Banyak ucapan dari rekan-rekan seperjuangan dan pastinya dari setiap saudara-saudari dalam gereja (tidak lupa dengan nubuat mereka supaya aku segera lanjut ke FTT :D ). 
Anyway, aku sering melihat post teman-temanku di berbagai sosial media yang menyatakan betapa senangnya mereka lulus sidang dengan predikat unofficially ST dsb. Well, aku pun ga bisa bohong sih aku juga menantikan hari itu bahkan jauh-jauh hari sudah merangkai kata sebagai caption. Aku betul-betul senang pastinya menyambut hari sidang dan mempersiapkan dengan baik. Aku latihan presentasi di depan teman sekamarku yang adalah dosen. Semua kerepotan aku siapkan di hari minggu sehabis berhari Tuhan. Supaya seninnya tinggal eksekusi.



Tetapi ternyata ketika hari H-nya suatu perasaan deg-degan muncul, bagaimana jika sesuatu terjadi? Hari ini entah kenapa banyak perasaan campur aduk yang muncul, orang-orang di rumah seperti tidak peduli, mereka bahkan seperti lupa kalau aku akan sidang hari itu. Ada juga perasaan lain yang membuat aku ragu bisakah aku melalui hari yang sepatutnya berkesan itu.
Karena begitu banyaknya hal-hal yang melintas di pikiranku, seraya aku menyiapkan sarapan pagi sendiri, aku teringat: aku belum berdoa khusus buat hari ini. Well, pagi-pagi aku memang sudah datang ke hadirat Tuhan tetapi belum menyerahkan sepenuhnya pada Tuhan mengenai sidang hari ini.
Selesai sarapan, kuambil waktu sekitar 10-15 menit untuk mempersembahkan sidang Tugas Akhirku hari ini. Aku mengucap syukur pagi itu suasana hatiku mulai tenang. Tidak ada prasangka buruk, Tidak ada pikiran negatif.
Pagi itu, walaupun aku berangkat dengan rok sepan menggunakan sepeda motor dan empat odner laporan Tugas Akhir yang besar-besar, kerempongan itu semua entah kenapa membuatku sukacita. Sesuatu yang tidak bisa kubeli, sesuatu yang tidak kuusahakan sendiri, itulah yang kusebut anugrah.
Sambil menunggu giliran, aku menyiapkan semua yang kuperlukan dengan tenang. Teman-teman memberiku semangat, apalagi orang rumah mereka jelas mendoakanku (padahal sempat negative thinking tadinya hehehe iblis emang kerjanya aneh-aneh ya).
Aku melalui presentasi dengan tenang dan lancar. Yang lebih mengejutkan lagi, dalam sidang lisan tertutup, aku tidak merasakan seperti sidang-sidang yang teman-temanku bilang, diomelin atau ditekan dsb. Pengujinya begitu santai dan biasa saja. 
Sehabis sidang lisan, diumumkanlah kalau aku lulus walau dengan revisi. Aku melihat teman-temanku yang sidang bersamaku, mereka begitu senang dan ada yang teriak. Mereka menelpon semua handai taulan mereka.
Kalau aku?
Ya, aku sukacita. Sangat sukacita. Tapi entah kenapa aku tidak begitu mengekspresikannya keluar. Ya, diajak foto, yaudah foto. Ditelpon dan dichat ditanyain gimana hasilnya, ya dijawab aja sudah lulus. Aku tenang, sangat tenang. Aku memang sukacita. I just cant describe.
Lalu aku teringat dengan kisah Yakub, ketika ada kabar kalau ternyata anak kesayangannya Yusuf masih hidup, dia memang sukacita tetapi dia tenang. Dia bukan senang secara alamiah. Ingat kan bagaimana terpukulnya dia ketika kehilangan Yusuf. Tetapi seiring dengan banyaknya pengalaman dia dengan Tuhan sehingga akhirnya dia matang, dia menjadi lebih tenang dan tidak hidup dalam alamiahnya atau kesenangannya sendiri. Dia benar-benar sadar bahwa itu semua adalah pekerjaan Tuhan.
Aku memang mengalami hal itu. Semua yang kualami pada hari itu sungguh adalah pekerjaan Tuhan. Tuhan Yesus sungguh adalah persona yang hidup, doa dan sekutu dengan-Nya benar-benar adalah jalan memperoleh anugrah. Puji Tuhan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar